Anemia, sebagai akibat Defisiensi zat Besi (Fe) dan Seng (Zn)

Helloo Reader....... Nama saya Lestari Puji Astuti, 125100107111045, di postingan kali ini saya akan membahas tentang Masalah Nutrisi di Indonesia, ini merupakan artikel untuk tugas Gizi dan Kesehatan Masyarakat. enjoy your reading :)


 Anemia, sebagai akibat Defisiensi zat Besi (Fe) dan Seng (Zn)


Indonesia masih menghadapi tantangan yang cukup besar mengenai pemenuhan gizi seimbang bagi pertumbuhan anak, terutama bagi anak-anak usia sekolah.  Kondisi tersebut disebabkan pertumbuhan anak di Indonesia berkaitan erat dengan bagaimana pola asupan makanan masyarakat kita. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa Indonesia masih bergulat dengan permasalahan gizi ini. Tercatat sebanyak 21,7% penduduk Indonesia mengalami kurang gizi besi (anemia). Bahkan, angka itu lebih tinggi (37,1%) untuk wanita hamil. Kondisi demikian ternyata berdampak melahirkan generasi anak-anak yang pendek (stunted). Menurut Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi, anak pendek atau stunting masih menjadi masalah utama pemenuhan gizi anak Indonesia. Masih dari data Riskesdas tahun 2013, diketahui bahwa angka prevalensi balita pendek saat ini adalah 37,2%. Sungguh suatu tantangan yang perlu dipecahkan dengan baik. Defisiensi gizi mikro merupakan penyebab utama seseorang terkena anemia.


Di Indonesia prevalensi orang terkena anemia menurut Nadia terhitung cukup tinggi. Sebuah survey yang dilakukan Fakultas Kedokteran di beberapa Universitas di Indonesia pada 2012 menemukan 50-63% ibu hamil menderita anemia. Selain itu 40% wanita usia subur turut mengalami anemia. Tak hanya survey tersebut yang memaparkan ancaman anemia di Indonesia. Asian Development Bank (ADB) mencatat pada 2012 sebanyak 22 juta anak Indonesia menderita anemia sehingga menyebabkan penurunan IQ. Penelitian Pusponegoro dan Anemia World Map pada waktu yang sama menyebutkan 51% wanita hamil menderita anemia sehingga menyebabkan kematian hingga 300 jiwa perhari. Lalu Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak Kementrian Kesehatan pada 2012 mencatat 1 dari 2 wanita bekerja di Indonesia beresiko anemia.
dr. Sudjatmiko, Sp. A( K), Msi, dokter spesialis anak dan konsultan tumbuh kembang anak menyatakan bahwa kondisi kurang zat besi bukan sekadar membuat anak terkena gejala anemia seperti lemas, seperti yang dialami orang dewasa. Tetapi hal itu ternyata membuat membuat anak menjadi tidak cerdas. Banyak orang mengira bahwa kekurangan zat besi hanya berefek 5L yakni Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai. Beliau menjelaskan bahwa Efek 5L tersebut merupakan efek untuk orang dewasa yang kekurangan zat besi. Sedangkan apabila anak-anak dibiarkan mengalami zat besi membuat IQ mereka menjadi rendah. Dokter dari Divisi Hematologi-Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Nadia Ayu Mulansari menambahkan bahwa orang yang berpotensi terkena penyakit ini tidak selalu sadar bahwa dirinya anemia, gejala anemia umumnya ditkitai kelelahan walaupun baru bangun tidur seperti lemah, letih, dan lesu, pusing, nafas sesak, serta susah berkonsentrasi, hal ini dikarenakan Kadar hemoglobin normal dalam darah yakni 12 per desiliter, penderita anemia memiliki hb dibawah angka tersebut. Pada orang usia produktif gejala anemia tentu saja berpengaruh pada pekerjaan sehari-hari. Sedangkan pada bayi dan anak-anak berpengaruh pada pertumbuhan serta kemampuan kognitifnya di masa mendatang.
Defisiensi zat gizi mikro yang sering dijumpai pada anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) adalah zat besi (ferrous, Fe) dan seng (zinc, Zn). Zat besi dan seng termasuk mikronutrien karena jumlah yang diperlukan tubuh sedikit, tetapi memiliki banyak peranan metabolisme dan kesehatan tubuh yang sangat vital. Bisa jadi, secara fisik seseorang yang mengalami kekurangan atau defisiensi salah satu atau lebih zat gizi mikro, akan kelihatan tidak “kelaparan”; namun sesungguhnya seseorang tersebut telah mengalami “lapar gizi mikro” (hidden hunger) yang dapat mempengaruhi kualitas hidup.

Zat Besi (Fe)
Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb). Hemoglobin sendiri terdiri dari Fe (zat besi), protoporfirin, dan globin (1/3 berat Hb terdiri dari Fe). Fungsi Fe dalam tubuh banyak di perankan dalam bentuk hemoglobin ini yang berfungsi sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan sebagai alat angkut elektron di dalam sel. Selain itu zat besi juga berada dalam bentuk myoglobin yang berfungsi untuk menyimpan dan mendistribusikan oksigen dalam sel otot, dan dalam bentuk enzyme terikat besi (iron dependent enzymes) yang merupakan bagian terpadu dari berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh.
Kandungan besi dalam bahan sangat kecil yaitu 35 mg per kg berat badan wanita atau 50 mg per kg berat badan pria. Besi dalam badan sebagian terletak dalam sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Dalam sebuah molekul hemoglobin terdapat 4 heme. Sel darah merah mempunyai masa hidup yang terbatas yaitu hanya 120 hari. Perusakan sel darah merah terjadi di dalam limpa, dan besi yang telah lepas digunakan kembali dalam metabolisme. Besi juga terdapat dalam sel-sel otot, khususnya dalam mioglobin.
Manusia hanya mampu menyerap dan membuang/mengeluarkan besi dalam jumlah yang terbatas. Apabila jumlah besi yang diserap lebih daripada yang diperlukan, kelebihannya disimpan dalam sel-sel mukosa usus kecil dalam bentuk senyawa yang disebut feritin. Senyawa tersebut terdiri dari protein apoferitin dan sebuah senyawa yang mengandung besi. Kekurangan besi dapat menyebabkan anemia gizi dan penurunan kandungan hemoglobin.
Dr.dr. Inge Permadhi, MS, SpGK, dokter spesialis gizi, menambahkan bahwa Zat besi sangat penting untuk memproduksi sel darah merah yang pada akhirnya oksigen dikirim ke seluruh tubuh. Tetapi saat zat besi kurang, otomatis oksigen yang seharusnya terkirim ke seluruh tubuh jadi berkurang. Dan saat oksigen ke organ otak yang digunakan untuk mengolah informasi berkurang, hal itu akan membuatnya mengantuk, tidak ada energi, dan menurunkan konsentrasi. Kalau hal itu sudah terjadi, pasti akan menurunkan aktivitas untuk belajar. Selain itu anemia gizi besi akan menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi (Wiwik, 2008).


Seng (Zn)

Seng (Zn/zink) merupakan salah satu mikromineral esensial penting  yang di perlukan oleh tubuh. Seng terdapat dalam jumlah yang cukup banyak di dalam setiap sel, kecuali sel darah merah dimana zat besi berfungsi khusus mengangkut oksigen. Seng tidak terbatas perannya seperti zat besi. Peranan terpenting seng adalah pada proses percepatan pertumbuhan dan pembelahan sel, di mana seng berperan dalam sintesa dan degradasi dari karbohidrat, lemak, protein, asam nukleat dan pembentukan embrio. Seng juga berperan penting dalam sistem kekebalan dan terbukti bahwa seng merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Selain peranan di atas, seng juga berperan sebagai antioksidan, perkembangan seksual, pengecapan serta nafsu makan.
Konsekuensinya apabila terjadi defisiensi seng menurut U.S. National Library of Medicine yaitu pertumbuhan yang lambat, tidak ada selera atau nafsu makan, penyembuhan luka yang lambat,  muncul lesi pada kulit dan infeksi yang tak kunjung sembuh, kelelahan yang hebat, kerontokan pada rambut, ketidaknormalan pada kemampuan mengecap rasa dan mencium bau, kesulitan dalam melihat di kegelapan, dan menurunnya produksi hormon pada pria (infertilitas).

Sumber-Sumber Zat Besi Dan Seng
Sumber-sumber zat besi dan seng melimpah secara alamiah dalam makanan. Tetapi pada kenyataannya sedikit sekali yang dapat di absorbsi oleh tubuh manusia. Sehingga potensi masyarakat terutama anak-anak usia balita dan sekolah sangat rentan mengalami defisiensi zat besi dan seng. Untuk itu, perlu diadakan pengecekan atau mengukur kadar Hb dan test defisiensi seng pada laboratorium kesehatan terdekat. Tetapi jika kita tidak mempunyai cukup waktu dan biaya, tidak ada salahnya kita untuk waspada dan mengenali gejala dini defisiensi zat besi dan seng pada anak-anak. Salah satu solusi yang mudah, selain meningkatkan asupan zat besi dan seng dari bahan alamiah melalui penyajian menu makanan yang bervariasi dan kreatif adalah dengan melalui konsumsi makanan tambahan yang telah difortifikasi (diperkaya) dengan tambahan zat gizi besi dan seng. Makanan tambahan tersebut terutama dalam bentuk produk susu. Karena selain zat besi dan seng yang di dapat, anak juga mendapat tambahan vitamin dan mineral lain yang baik untuk kesehatan dan tumbuh kembang anak.
Zat besi dan seng terdapat secara alamiah dalam bentuk protein maupun senyawa kimia anorganik kompleks dalam bahan makanan seperti dalam daging, hati, sumsum tulang dan otot hewan (hewani) maupun dalam sayur-sayuran dan buah (nabati). Tumbuhan mendapatkan zat besi dan seng ini dari dalam tanah dalam bentuk terlarut dalam air yang kemudian di serap oleh akar tumbuhan. Sedangkan hewan mendapat asupan zat besi dan seng ini dari tumbuhan/hewan yang di makan. Selain itu kita dapat pula menggunakan zat besi dan zat seng dalam bentuk suplemen jadi seperti Besi (II) Sulfat (suplementasi zat besi), Zn(II) Sulfat (suplementasi zat seng) ataupun dalam produk-produk yang telah mengandung zat besi dan seng.
Gejala dini kekurangan zat besi dan seng (Anemia)

Kita dapat mengenali gejala dini jika mengalami kekurangan zat besi dan seng, di antaranya dengan memperhatikan wajah dan tingkah laku seperti wajah pucat, cepat letih (stamina dan daya tahan tubuh menurun), kurang konsentrasi, dan nafsu makan menurun. Selain itu, orang tua dapat melakukan test sebagai berikut untuk mengukur anemia yaitu :
1.      Tekanlah telapak tangan atau kuku jari-jari tangan selama 1 detik kemudian dilepas, maka apabila telapak tangan atau kuku jari -jari tangan terlihat pucat kebiruan dan tidak segera terlihat merah itu pertkita anak kita menderita anemia.
  1. Kenali dari bentuk mata yang cenderung lebih cekung dan apabila dilihat dari kantung mata bagian dalam bawah akan tampak warna merah agak keputihan.
  2. Perhatikan kuku kita, apabila kuku terlalu tipis dan sisi-sisinya melengkung seperti sendok (koilonychia) mengindikasikan bahwa kita mengidap anemia dan kekurangan zat besi.
Cara Mencegah Anemia
1.      Mengkonsumsi makanan kaya akan zat besi
Pada anak lebih baik meminum susu yang kaya mineral zat besi, pada wanita dengan keadaan menstruasi, tidak menyukai sayuran, mengalami masalah diet kronis, dan banyak melakukan aktivitas berat biasanya mengalami kekurangan zat besi sehingga lebih mudah terserang anemia. Untuk mengatasinya, Anda bisa mengkonsumsi beberapa makanan yang penting seperti :
·         Tiram dan kerang
·         Organ daging seperti hati sapi
·         Sarden, tuna, dan udang
·         Bijian
·         Jus anggur (tanpa gula atau pengawet)
·         Aprikot, buah persik, plum dan kismis

2.      Mengkonsumsi makanan kaya akan vitamin B12
Kekurangan vitamin ini pasti membuat Anda mengalami penyakit anemia. Bahkan, kekurangan dalam periode jangka panjang berpotensi mengakibatkan otak permanen dan kerusakan sistem saraf pusat. Vitamin B12 dapat ditemukan di berbagai macam makanan berikut ini :
  • Kerang, tiram, dan remis
  • Hati sapi dan daging sapi
  • Domba
  • Keju
  • Telur
3.      Mengkonsumsi makanan yang kaya akan folat
Selain kekurangan Vitamin B12, Anda juga mungkin saja mengalami defisiensi folat. Untuk mencegah hal tersebut, sangat mudah karena Anda hnaya diharuskan mengkonsumsi berbagai macam makanan di bawah ini.
  • Lentil, kacang dan kacang polong
  • Sayuran berdaun hijau seperti bayam
  • Asparagus dan jagung
sumber : 

http://medan.tribunnews.com/2014/03/02/anak-pendek-pertanda-kurang-gizi

http://www.amazine.co/7561/tips-anti-anemia-5-cara-mencegah-mengurangi-risiko-anemia/

http://sinlyevanputra6.wordpress.com/2012/12/29/anak-indonesia-kekurangan-zat-besi-dan-seng/

http://gejalapenyakitmu.blogspot.com/2013/05/gejala-anemia-penyebab-faktor-risiko.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Identifikasi Formalin & Boraks pada Bahan Pangan

TM - Elektroforesis SDS-PAGE

TM - Analisis Protein